Selasa, 23 Juni 2009

kuingin bersamamu kesyurga

Sejak kecil aku mengenalnya, ia sangat dekat denganku namanya afifah cantik..em secantik orangnya. Ia berwajah masam tatkala melihatku menjahili teman lain, ia menangis dikala aku menolak ajakannya untuk kemesjid.

“ ayolah an..kita kemesjid untuk shalat doang beberapa menit ”

“ ah nggak ah malas, kitakan masih kecil kata ibu belum wajib”
”tapi aku ingin bersamamu masuk syurga, kata ibuku jika kita jadi anak yang shalehah kita bisa gampang masuk syurga” dasar aneh fikirku saat itu.

Afifah anak pak guru bahasa Indonesia disekolahku, walau jam mengajarnya tak banyak aku selalu senang dan semangat mengikuti pelajaran ini, tepatnya di SD 24 Bontang.

Afifah kulitnya sawo matang ehm cantik sekali, jika aku berjalan berdampingan dengan aku selalu risih, walau sebenarnya aku juga cantik kata ibu…he…he….

Di kampung kami dikenal dengan dua sahabat, karena dari umur balita sudah sama-sama maklum ibuku selalu menitipkanku pada ibunya, ketika ibu sedang keluar kota berhari-hari.

Ia selalu menumbuhkan benih-benih iman dalam dada. Tak henti mulutnya berceloteh tentang cerita kepahlawanan para Nabi-Nabi terdahulu, Muhammad dan para sahabatnya serta orang-orang shaleh lainnya. Yang ia dapat dari cerita ibunya. Hingga telingaku selalu dipenuhi dengan kalimat-kalimat juang mereka. Menjuntai-juntai dalam derap-derap ketidak pedulianku. Bahkan aku selalu menganggapnya cerita biasa tapi toh selalu menuai kebaikan dalam pribadiku. Misalnya saja ia pernah bercerita tentang kejujuran, dan suatu hari aku dihadapkan pada posisi dimana aku harus berbohong untuk menghindari hukuman ibu, tapi tiba-tiba saja aku teringat oleh kisahnya bahwa jika kita tak jujur maka akan seperti orang munafik yang sangat dibenci Allah, jika kita dibenci Allah pastilah kita tak masuk syurga dan akan masuk nereka yang didalamnya terdapat cacing yang menjijikan. Ah… tidak… aku tak ingin bertemu cacing gila, lalu akupun jujur pada ibu..dan menarik sangat pantastik ibu bukan menghukum malah menghadiahkanku senyum manis.

Ia sehoby denganku yaitu suka mendaki gunung menyukai tulisan sastra, kan ayahnya guru bahasa Indonesia. Itulah yang membuatku beralasan untuk tetap menjadi temannya walau membosankan dengan cerita-ceritanya. Yang kumau diumur belasan tahun nanti ia bisa merajut kepribadian layaknya seorang belia, yang lincah, terbuka bebas, membahas tren mode yang lagi in, artis favorit atau band kesayangan, atau paling tidak pembahasan kami nanti tidak kaku seperti ini. Tapi ternyata tidak sampai kami menginjak SMP ia masih saja mengisi telingaku dengan cerita klasik yang membuatku lelah mendengarnya walau sebenarnya sangat bagus. Aku juga mulai malu menerimanya apalagi setelah ia memutuskan untuk mengenakan jilbab selamanya

“ fi kamu pasti akan disoroti banyak orang, disekolahan ini hanya kamu yang berani pakai jilbab”

“ tenang an, jika kita melakukan sesuatu yang baik Allah pasti menolong kita, dan kurasa yang kulakukan adalah baik”

“ ya udah terserah yang penting kamu hati-hati aja”
walau jenuh ia tetap sahabat kecilku.

Dan tibalah hari itu, ketika tamat smp ia dan keluarga harus pergi dari kampung kami karena ayahnya dipindah tugaskan ke provinsi lain. sedih rasa hatiku, baru kali ini aku merasa sangat membutuhkannya, ku memeluknya erat teriring penyesalan yang membara dalam dada, betapa aku sangat tak pantas jadi sahabatnya selama ini, yang selalu merasa bosan dan jenuh dengannya tapi ketika ia ingin pergi, hatiku menjerit tak percaya sedih rasanya ditinggal.

Dan kumau saat-saat terakhir bersamanya, ia mau memahamiku bahwa aku juga ingin bercengkrama bebas dengannya dalam segala hal layaknya anak belia pada umumnya tapi apa jawabnya

“ anna aku datang bersama pejuang, aku akan pergi pula bersama pejuang dan kuharap jika kembali nanti aku akan bertemu dengan seorang pejuang islam yaitu engkau sobat”

“ yah payah fren , bisa nggak sich nggak bahas pejuang melulu, kita bukan superman atau robin hut kali”

“terima kasih atas tempatnya, indah sekali kuberjalan denganmu, aku sangat tahu kamu begitu bosan denganku tapi dengan sabar kamu tetap mau berteman denganku, walau teman yang lain tak pernah mau menerima diriku, aku fanatic dengan bait bait perjuangan islam,semoga Allah mempertemukan kita nantinya"

iapun pergi..pergi meninggalkanku, ia pergi daalam penyesalanku

aku sayang padanya sebagai teman sejati

dan kusadari memang aku harus berubah

aku akan buktikan jika ia pulang nanti, aku bisa mengerti apa maunya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar